Jacob Ereste :*Laku Spiritual Harus Total Dalam Keheningan Hati Yang Jernih dan Bersih*

Jacob Ereste :

Jakarta – Bharindojakartaindinesia.com/- Laku spiritual itu bisa dilakukan oleh siapa saja dengan modal utama pengetahuan dan pemahaman dan penghayatan agama yang diyakini, apapun namanya. Yang penting adalah keinginan yang didasari keikhlasan, kejujuran yang dilakukan dengan sepenuh hati hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu, spiritualis akan beragam latar belakang agama para pelakunya yang percaya bahwa ajaran dan petunjuk dari langit itu dapat membimbing setiap individu semakin dekat dan akrab dengan Tuhan.

Karenanya, sikap sombong dan pongah, perilaku rakus serta tamak hingga egoistik yang mengabaikan hak orang lain tidak sama sekali ditolerir. Sebab dengan sendirinya laku dari spiritual itu akan batal dan muspro.

Jadi, laku spiritual itu senantiasa akan selalu diorientasikan pada segenap tingkah laku yang bersandar pada ajaran dan tuntunan Tuhan yang sangat dipercaya sebagai penguasa jagat raya dan seisinya, termasuk makhluk yang ada.

Manusia dengan fitrah   kemanusiaan sebagai makhluk paling mulia dari iblis dan syetan hingga malaikat, telah ditetapkan sebagai Khalifah — wakil — Allah di muka bumi. Karenanya, diantara kelebihan manusia dibanding makhluk ciptaan Tuhan yang lain adalah rasa (kasus dan sayang), cinta, dan naluri yang lebih, serta kenikmatan dan kebahagiaan hingga mampu berpikir dan menggunakan nalar (logika) untuk menimbang yang baik dan yang benar diantara yang buruk dengan yang salah.

Karena itu pakem dari laku spiritual harus selalu berpihak pada etika, moral dan akhlak sebagai penakar dari sikap rendah hati, tidak sombong dan pongah,  sehingga keikhlasan untuk menerima semua yang menjadi beban sampai hal-hal yang sangat  menggembirakan hati, tidak pernah akan membuat lupa diri.

Laku spiritual itu pun lebih bersifat pribadi. Kalau pun kemudian sebagai pelakunya  bergabung dalam satu komunitas, sungguh banyak masalah yang tetap akan tersimpan di dalam hati. Minimal  untuk tidak sampai  mengumbar sikap pongah dan sombong yang menjadi kecenderungan banyak orang untuk memamerkan rasa  berlebih yang dimiliki. Biasanya sikap  sombong itu, lantaran merasa lebih memiliki ilmu maupun pengetahuan atau harta benda yang selalu dianggap tidak dimiliki oleh orang lain itu.

Kesombongan yang sering dilakukan oleh kaum intelektual, biasanya cenderung ingin mengkuliahi orang lain. Bagi mereka yang merasa kaya, biasanya suka pamer harta benda yang dimiliki. Yang gawat, tentu saja bagi mereka yang tamak dan rakus. Sikap tamak dan rakus ini, tak hanya dalam ujud barang, tetapi juga meliputi kekuasaan yang acap berkenan  menggadaikan harga diri hingga prinsip dari  hidup yang terlanjur diorientasikan kepada materi dan kekuasaan dalam bentuk apapun.

Dalam konteks inilah, landasan pihak pada etika, moral dan akhlak menjadi sangat menentukan batalnya laku spiritual yang hendak ditekuni. Sebab hakikat amanah yang termaktub dalam kekuasaan itu — sekecil dan serendah apapun jabatan yang diperankan itu — harus senantiasa berada dalam koridor etika, moral dan akhlak mulia yang tidak boleh menggradasi harkat dan martabat sebagai manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi.

Demikian pula dengan perilaku yang lain di bidang yang lain, termasuk dalam bidang pekerjaan yang profesional sekalipun. Sebab kejujuran yang ideal dilakukan dengan keikhlasan sepenuhnya berada pada ranah etika dan moral yang menjadi prasyarat untuk tetap memiliki akhlak mulia seperti yang menjadi bagian dari anugerah ilahi.

Artinya, pengabaian terhadap etika dan moral — dalam bentuk dan dalam takaran sekecil apapun — akan membatalkan laku spiritual yang tidak mungkin dapat dimanipulasi sedikitpun. Jika bisa menggunakan terminologi Islam, agaknya hakikat dari makna kaffah akan lebih mengena untuk menjelaskan maksud yang tersirat dibalik pengertian maupun  pemahaman tersebut.

Dengan kata lain, laku spiritual itu harus total dilakukan dalam keheningan hati yang jernih dan bersih. Tak gaduh dan tidak riuh dengan sensasi dalam bentuk apapun. Sebab suasana hening dan hidmat diperlukan ketenteraman hati yang mungkin ingin terus berzikir. Begitulah pesan dari mentor saya, bahwa laku spiritual itu harus total dalam keheningan hati yang jernih dan bersih.

Banten, 6 Juni 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *